Kamis, 10 November 2016

FUSUS AL-HIKAM: SATU MATAN BERBILANG SYARAH

Kitab Fusus al-Hikam boleh dibilang bentuk paling matang dari gagasan Ibnu ‘Arabi sekaligus ringkasan dari seluruh pemikirannya yang sulit dipahami karena sifat esoteriknya. Kitab yang paling banyak dikomentari dan mengundang kontroversi. Siapapun harus banyak menelusuri kitab-kitab Ibnu ‘Arabi yang lain di samping kitab ini, lalu menganalisa dan mensintesa serta mengumpulkan bagian yang terpencar di sana-sini yang ada relevansinya di antara rincian-rincian yang tidak ada relevansinya, sebelum sampai kepada suatu sistem.
Fusus al-Hikam disamping Futuhat al-Makkiyah selalu terkucilkan dan dihindari, disembunyikan dan dirahasiakan. Tak seorang pun berani mengeksposenya. Sejarah mencatat, kapan pun dijumpai kitab Ibnu ‘Arabi pada seseorang, akan dirampas, dibakar, dan ia akan didera hukuman. Jika ia percaya kebenarannya, akan dibunuh.
Akan tetapi ditemukan fakta penting bahwa sepanjang sejarah, tradisi pengkafiran atas Ibnu ‘Arabi dan penolakan terhadap ajaran-ajarannya sesungguhnya tidak pernah menjadi pandangan dominan ulama Islam. Alih-alih mengkafirkan, mereka justru merasa amat penting menghadirkan pandangan-pandangan Ibnu ‘Arabi ke tengah publik, sebagaimana dapat kita saksikan dari begitu banyaknya kitab yang ditulis untuk mensyarah Fusus al-hikam yang memang terkenal amat rumit itu.
Dari 125 judul karya tentang Fusus al-Hikam, 114 karya berada di barisan Ibnu ‘Arabi: 81 karya sebagai syarah dan selebihnya untuk membela, menuliskan manaqib ataupun yang lain. Di sisi berseberangan, hanya 11 karya ditulis untuk menyerang. Dengan demikian, persentase antara yang pro dan kontra adalah 91,2 % : 8,8 %. Ddan dari 85 penulis secara keseluruhan, 76 berada di barisan Ibnu ‘Arabi, dan hanya 9 saja yang mengambil sikap berbeda, dengan persentasenya 89,4 % : 10,6 %. Persentase ini tidak sepenuhnya valid mengingat terlalu banyak judul kitab yang tidak terakses.
Disamping sulit dipahami ternyata kitab ini juga mengundang kontroversi dalam pemahamannya. Usaha untuk memahaminya memerlukan kesabaran, ketekunan, ketelitian, kepekaan pemahaman dan imajinasi dari pembaca yang harus siap mengikuti alur piker sufi terkemuka ini sepanjang lorong-lorong pemikiran dan penjelasannya. Karena sulitnya, karya ini hampir tidak bisa dipahami tanpa bantuan syarah-syarah (komentar-komentar) atau bimbingan seorang guru yang menguasai teks kitab ini melalui kajian bertahun-tahun.