~ Aku melihat Rasulullah dalam
suatu kunjungan kepadaku pada akhir Muharram 627, di kota Damaskus. Beliau
memegang sebuah kitab dan berkata kepadaku, “Ini adalah kitab Fusūs al-Hikam,
ambil dan sampaikan kepada manusia agar mereka dapat mengambil manfaat darinya.”
Aku menjawab, “Segala ketundukan selayaknya dipersembahkan ke hadirat Allah dan
Rasul-Nya; ketundukan ini seharusnya dilaksanakan sebagaimana kita
diperintahkan.” Oleh karena itu, aku melaksanakan keinginan tersebut,
memurnikan niatku, dan mencurahkan maksudku untuk menerbitkan kitab ini,
seperti diperintahkan sang Rasul, tidak ada tambahan atau pengurangan di
dalamnya. ~
Selanjutnya fakta berbicara,
keseluruhan teks Fusūs al-Hikam adalah karya yang sulit dipahami dan
membingungkan. Membutuhkan kesabaran luar biasa, kedalaman imajinasi dan
kesiapan pembaca untuk mengikuti guru sufi itu sepanjang lorong pemikiran dan
penyingkapannya yang berliku-liku. Secara khusus, kitab ini juga sebuah karya
yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain dalam suatu cara, sehingga
menciptakan beberapa reduksi pemahaman bagi para pembaca non-Arab dan
non-Muslim.
Kemudian yang menjadi
permasalahan adalah, pada point pertama kitab ini ditujukan bagi khalayak
manusia agar mereka mengambil manfaat seluas-luasnya. Sedangkan point kedua
mengatakan, kitab ini sulit dipahami dan membingungkan. Artinya tidak semua
manusia bisa memahaminya. Jadi, apakah pernyataan di atas itu sesuatu yang
kontradiktif? Ternyata tidak, sebenarnya Ibnu ‘Arabi setiap menulis karyanya
menggunakan metode khusus untuk mendekati pembacanya. Hal ini dijelaskannya
sendiri dalam bagian-bagian yang tersebar di banyak karyanya.
Ibnu ‘Arabi menuangkan gagasannya
dalam bentuk tulisan dan mengambil jarak dari wilayah rasional dengan
memasukkan unsur-unsur mistik atau satu bentuk pengetahuan yang didasarkan pada
‘praduga’ dan intuisi bukan berdasarkan bukti dan data faktual. Padahal menurut
pandangan kita, pembacaan teks adalah sebentuk pembacaan lain yang produktif
dengan menyelami kedalaman maknanya dengan melihat apa yang ditampakkan bukti
dan data teks tersebut.
Dimana hal tersebut dilakukan
dengan memperbanyak analisa dan pengungkapannya demi memahami khazanah teori,
paradigma pemikiran, metodologi dalam penelitian, pembahasan atau hasil-hasil
interpretasi dan kandungan ilmiah di dalamnya. Dengan itu semua, diharapkan
seseorang bisa memandang sebuah teks berdasarkan kekayaan dan keragaman data
dan bukti serta bisa membedakan irrasionalitas dari rasionalitasnya.
Akan tetapi Ibnu ‘Arabi disaat
berbicara tentang kegaiban dan irrasionalitas menggunakan metode pemikiran yang
mengandung aspek dialektis dan menyembunyikan beberapa terminologi yang
memiliki nilai praktis. Ada serangkaian definisi konotatif yang dikumpulkan
oleh Ibnu ‘Arabi dalam teks yang ditulisnya. Dengan metode ini, ia menuntaskan
persoalan seputar keberadaan dan hakikat segala sesuatu dengan teliti dan
keterbukaan penuh.
Ketika kita masih membicarakan
tentang teks dan metode pembacaannya, Ibnu ‘Arabi telah menyelami teks dan
berusaha membacanya dengan menganggapnya sebagai wacana plural yang dapat
dinilai secara berbeda dengan perbedaan pembacaannya. Paham mistik Ibnu ‘Arabi
mencerminkan karakteristik rasional yang sangat luas dan lebih kuat dari apa
yang kita sangka dan kita bayangkan.
Teks Ibnu ‘Arabi membuka diri
untuk pembacaan yang berbeda dalam teks yang dibaca disamping menggunakan
subyektivitas dirinya secara bersamaan, sehingga lahirlah sebuah teks yang baru
dan aktivitas ilmiah yang bersifat kreatif secara berkesinambungan. Bukan pengulangan,
penyederhanaan atau kesia-siaan. Oleh karena itu, tidak ada satu kata pun di
dalamnya yang lepas dari metafora (majāz). Karena di dalam metafora terdapat
fantasi dan simbolisasi serta imajinasi dan alegori yang bermanfaat untuk
memperkaya makna teks.
Singkatnya, kitab Fusūs al-Hikam
adalah sebuah kitab yang kaya makna. Teksnya memungkinkan bagi setiap orang
yang mempunyai kemampuan untuk melakukan penelusuran hermeneutis dan mengambil
manfaat dari pemaknaannya seluas-luasnya. Atau pesan sponsornya, bagi yang
ingin menikmati teksnya, disarankan untuk menguasai ilmu 'membaca' secara
mendalam. Inilah penjelasan yang dimaksud dalam mimpi Ibnu ‘Arabi di atas.
Wallahu a’lam..