Selasa, 24 September 2019

“You know what, Les? Sometimes we don’t pick the books we read. They pick us..”

Awalnya dari kegelisahan memikirkan karakter introvert, di mana karakter seperti itu menurutku sangat tidak menguntungkan pada masa sekarang ini. Bahkan aku mengira bahwa karakter tersebut merupakan sebentuk kelainan psikologis. 

Karakter introvert lebih identik dengan kegagalan atau ketidakmampuan seseorang untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Padahal dua hal ini merupakan prasyarat utama untuk meraih kesuksesan dalam meniti karir seseorang. Berbeda dengan sifat extrovert yang lebih identik dengan kemampuan seseorang untuk bersosialisasi dan berkomunikasi, karakter yang dekat dengan kesuksesan. 

Untuk hal ini aku sudah membaca banyak literature dan browsing di internet tetapi belum juga menemukan jawaban yang memuaskan. Sampai suatu malam –tepatnya hari minggu tanggal 15 Mei 2011- aku bermimpi membeli sebuah kitab di toko buku dan kitab Barokah di daerah pasar Wajak Malang. 

Paginya langsung meluncur ke sana dan menanyakan kitab termaksud. Tetapi ternyata penjualnya mengatakan tidak ada, aku tetap bersikeras untuk dicarikan. Setelah memaksa beberapa lama akhirnya penjualnya menyerah, kemudian pergi ke belakang untuk mencarinya di gudang. Tak butuh waktu lama penjual pun keluar sambil membawa dua jilid kitab yang sudah bulukan, kusam dan ada blentong-blentongnya. 

Ketika kutanya harga penjual menyuruhku menunggu sebentar untuk telpon ke distributor. Agak masygul juga sebenarnya, kitab lama kok disamakan harganya dengan kitab baru. Tapi nggak papalah karena kitab bulukan tersebut nilainya jelas nggak sama dengan kitab baru yang kondisinya lebih bagus. 

Sesampainya di rumah kitab tersebut langsung kubaca. Aku bolak-balikkan halaman kitab tersebut sampai kemudian mataku tertumbuk pada halaman 80 jilid pertama. Bagian yang menjelaskan tentang sifat al-Abdal. 

Dalam tradisi Islam atau khususnya tasawuf dikenal adanya sosok yang misterius, yang dikenal dengan sebutan al-Abdāl (Para Pengganti). Disebut demikian karena setiap di antara mereka meninggalkan posisinya maka akan diganti dengan yang lain. Posisi tersebut adalah keberadaan untuk selalu memberikan kemaslahatan kepada umat dan ajakan untuk mendekat kepada Tuhan. 

Di seluruh alam para penggenggam rahasia ini selalu berjumlah tujuh, tidak kurang dan tidak lebih. Ketika salah seorang meninggalkan posisinya maka akan segera diganti oleh yang lain. Tidak diragukan lagi bagi seseorang yang mengetahui sosok misterius ini bahwa dialah calon penggantinya. Jadi tidak akan ada seseorang yang mengetahui keberadaannya di dunia ini kecuali calon pengganti tersebut. 
Mereka selalu diselimuti sifat-sifat dan karakter yang akan selalu menjaga kerahasiaan keberadaannya, di antaranya adalah berlapar-lapar (al-jū’), terjaga di malam hari (al-sahar), pendiam (al-sumt) dan suka menyendiri (al-‘uzlah). Sifat-sifat yang menunjukkan kesederhanaan dan kesunyian hidup. Jauh dari popularitas, keinginan untuk bermewah-mewah dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan kendaraan. Jauh dari keinginan untuk dihormati dan dipuja-puji. Enggan untuk mencari pengakuan dan penghormatan dari keawaman manusia. 

Mereka tidak menampakkan diri karena bertujuan menjaga dan tidak mau pengetahuan mereka yang merupakan amanat diolok-olok oleh manusia. Meskipun terhijab dari pandangan dunia sesungguhnya mereka akrab dengan para penghuni alam malakut. Karena penghuni alam malakut lebih memahami alusi-alusi yang paling tersembunyi dan paling halus sekalipun. 

Ketika berbicara dengan penghuni dunia, di tengah keterbatasan bahasa dunia yang terikat tempat dan waktu, mereka menggunakan simbol-simbol demi keamanan dan keselamatan dirinya. 

Bagi para al-Abdal, lebih suka diam dan menyendiri daripada banyak berbicara dan melarutkan diri dalam riuhnya keramaian adalah tindakan untuk berjalan ke pusat diri, mencari hakekat demi mencari kesembuhan. Menghindari pembicaraan, yang hanya akan menghambur-hamburkan pikiran ke luar, sehingga jati dirinya terabaikan. Itulah akhirnya yang mendorongnya untuk beraktifitas pada pekerjan-pekerjaan yang sunyi dan mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat sunyi dan permenungan. 

Sifat-sifat ini sangat bertolak belakang dengan para penghuni dunia yang sudah renta ini. Dengan sifat-sifat tersebut sosok seperti ini, di tengah-tengah kerumunan manusia yang memilih kebenaran sebagai bagian tak terpisahkan dari popularitas dan banyaknya jumlah pengikut, tentu saja sangat sulit ditemukan dan seandainya ditemukanpun akan segera dilupakan oleh sejarah. 

Meskipun begitu, ketiadaannya inilah yang akan menjadi inspirasi bagi umat dan selalu meninggalkan jejak unik yang menginspirasi generasi sesudahnya.

Selasa, 10 September 2019

TAFSIR IBNU ‘ARABI



Menurut catatan Syaikh Mahmūd Mahmūd al-Ghurāb, Syaikh Akbar di beberapa bagian kitab al-Futūhāt al-Makkiyah sering menyebut dua kitab tafsir karyanya yang berjudul Kitāb al-Jam’i wa al-Tafṣīl fī Ma’rifah Ma’ānī al-Tanzīl dan Ījāz al-Bayān fī al-Tarjamah ‘an al-Qur`ān. Tafsir yang pertama tidak sampai pada kita, sedangkan yang kedua masih bisa ditemukan dalam bentuk kutipan-kutipan di beberapa bagian karya-karyanya yang lain.

Adapun kitab tafsir al-Qur`an yang dinisbatkan kepada Syaikh Akbar yang sering kita temui sekarang dan terdiri dari dua jilid bukanlah karyanya. Kitab tafsir ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Syaikh Akbar, tetapi karya dari ‘Abd al-Razzāq al-Kāshānī yang wafat tahun 730 H sekitar seratus tahun setelah wafatnya Syaikh Akbar.

Manuskrip asli tafsir ini bisa ditemukan di perpustakaan al-Maktabah al-Sulaymāniyyah Turki terindeks nomor 17-18 dan menyebutkan ‘Abd al-Razzāq al-Kāshānī sebagai penulisnya. Pembaca atau peneliti akan segera bisa membedakan uslūb (corak bahasa) yang digunakan keduanya. Antara kehalusan makna dan kelembutan metafora yang digunakan Syaikh Akbar dengan uslūb yang digunakan al-Kāshānī yang cenderung membingungkan.

Demi untuk memahami dan menikmati gagasan-gagasan serta buah pikiran Syaikh Akbar mengenai al-Qur`an Syaikh al-Ghurab pun menyusun kitab tafsir berjumlah empat jilid yang diberi judul Rahmatun min al-Rahmān fī Tafsīr wa Ishārāt al-Qur`ān. Disusun selama lebih dari 25 tahun kitab tafsir ini sebagaimana kitab tafsir lainnya juga menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara tekstual dari sisi hukum dan bahasa. Disamping menafsirkan secara metafora sufistik pada sisi pembahasan tauhid dan sulūknya.

Sumber penulisan tafsir ini berasal dari karya-karya Syaikh Akbar yang tidak diragukan lagi orisinalitasnya seperti kitab Radd al-Āyāt al-Mutashābihāt ilā al-Āyāt al-Muhkamāt, Talqīh al-Aḍhān, Fuṣūs al-Hikam dan kitab-kitab lainnya sampai sejumlah 30 judul. Ditambah dengan hāmish (catatan bawah) dari tafsir Ījāz al-Bayān (yang berhasil ditemukan) sebagai alat verifikasi kesesuaian makna maupun keunikan corak bahasa dan metode keilmuannya dari kitab-kitab tafsir yang lain.